Sabtu, 29 November 2014

Tugas ISD 3

TERSANGKUT KASUS NARKOBA, RIBUAN WNI DITANGKAP PEMERINTAH MALAYSIA
“Gratis nih! Ayo Cobain aja!”, itulah kata-kata yang menjadi penawaran perdana dan bagaimana Narkoba menjerat dan mencandui pemakainya.
Awalnya adalah Gratis alias diberikan cuma-cuma, silakan dipakai, dan segala macam cara yang temanya adalah menjerat korbannya agar kecanduan dan setelah itu mati-matian mengorbankan apapun demi mendapatkan narkoba dan memuaskan kecanduannya.
Sudah banyak tentunya yang mengetahui apa resikonya menggunakan narkoba, bagaimana hukumnya jika menggunakannya dan lain-lainnya yang berhubungan dengan narkoba. Lalu apakah hal itu membuat jera para pelaku penyebaran dan para pemakainya? Satu jera tumbuh seribu yang baru. Sudah seperti virus mematikan.
Narkoba bukanlah sesuatu yang asing lagi bagi kita. Kita telah sering mendengar dan membaca berita tentang narkoba di media elektronik maupun media cetak. Narkoba adalah singkatan dari Narkotika dan obat berbahaya. Narkoba merupakan  singkatan dari  narkotika, psikotropika dan bahan adiktif . Narkoba adalah obat, bahan, zat dan bukan tergolong makanan jika diminum , dihisap, ditelan, atau disuntikan dapat mennyebabkan ketergantungan dan berpengaruh terhadap kerja otak, demikian pula fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran darah,pernapasan dll).
Narkoba adalah istilah yang dipakai penegak hukum yang di sosialisasikan pada masyarakat. Di Malaysia biasa disebut “dadah”  sedangkan di barat biasa disebut “drugs”. Sebagian jenis narkoba berguna dalam dunia pengobatan, tetapi karena menimbulkan ketergantungan , penggunaannya harus mengikuti petunjuk dokter, contohnya morfin dan petidin yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri pada penyakit kanker , obat bius pada pasien pada waktu operasi,  Ampetamin untuk mengurangi nafsu makan dan masih banyak lagi.
Menurut Soerdjono Dirjosisworo mengatakan bahwa pengertian narkotika adalah “Zat yang bisa menimbulkan pengaruh tertentu bagi yang  menggunakannya dengan memasukkan kedalam tubuh. Pengaruh tersebut  bisa berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan. Sifat-sifat tersebut yang  diketahui dan ditemukan dalam dunia medis bertujuan dimanfaatkan bagi  pengobatan dan kepentingan manusia di bidang pembedahan, menghilangkan rasa sakit dan lain-lain.
        Narkotika digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu :
  • Narkotika golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya. Daya adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini digunakan untuk penelitian dan ilmu pengetahuan. Contoh : ganja, heroin, kokain, morfin, dan opium.
  • Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin, benzetidin, dan betametadol.
  • Narkotika golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : kodein dan turunannya.
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif dan susunan saraf pusat dan menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental  dan perilaku, yang dibagi menurut potensi yang menyebabkan ketergantungan sebagai berikut :
  • Psikotropika golongan I : berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan, tidak digunakan dalam terapi. Contoh : MDMA(Ekstasi), LSD, dan STP.
  • Psikotropika golongan II : berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan, digunakan amat terbatas  dalam terapi. Contoh :Ampetamin, Metamfetamin, Ritalin.
  • Psikotropika golongan III : berpotensi sedang menyebabkan ketergantungan, digunakan dalam terapi. Contoh : Pentobarbital.
  • Psikotropika golongan IV : berpotensi ringan tinggi menyebabkan ketergantungan, sangat luas digunakan dalam terapi . Contoh : diazempam, klobazam, barbital, dan nitrazepam.
Narkotika yang sama sekali tidak boleh digunakan dalam pengobatan adalah narkotika golongan 1 (Kokain, Heroin, Ganja) dan  psikotropika  golongan 1 (LSD , Ekstasi ) karena bukan tergolong obat, dan menyebabkan ketergantungan tingkat tinggi. Karena bahaya ketergantungan , penggunaan,  dan peredaran maka narkoba diatur dalam undang – undang no.22 tahun 1997 tentang narkotika  dan undang undang  no. 5 tahun 1997 tentang psikotropika.
Awalnya narkoba masih digunakan sesekali dalam dosis kecil dan tentu saja dampaknya tak terlalu berarti. Namun perubahan zaman dan mobilitas kehidupan membuat narkoba menjadi bagian dari gaya hidup, dari yang tadinya hanya sekedar perangkat medis, kini narkoba mulai tenar digaungkan sebagai dewa dunia, penghilang rasa sakit.
Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa didaerah sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua, ormas, pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang begitu meraja rela.
Selain itu sabu-sabu juga lumayan popular. Penyebaran narkoba jenis sabu-sabu yang diselundupkan dari berbagai daerah maupun negara semakin berkembang pesat. Indonesia adalah negara dengan penyebaran narkoba terbanyak berbanding dengan negara asia lainnya.
Harga jual narkoba yang dikenakan dari berbagai negara jauh lebih mahal yang ada di Indonesia berbanding negara asia lainnya sebut saja Malaysia, dan itu menjadi salah satu pemicunya.
Sejak dua tahun terakhir sebanyak dua ribu orang para penyelundup narkoba yang berasal dari Indonesia ditahan di Malaysia akibat menjadi kurir sabu-sabu.
Harga sabu-sabu yang mencapai antara 500-600 ribu ringgit (Rp1,9-2,2 miliar) per kilogram di Indonesia dibandingkan hanya 150-200 ribu (Rp554-738 juta) per kilogram di Malaysia, membuat para kurir tersebut semakin nekad beraksi meski berhadapan dengan risiko hukuman mati jika tertangkap.
Kepala bagian penyelidikan kejahatan narkotika (JSJN) Bukit Aman Datuk Seri Noor Rashid Ibrahim, mengatakan, sejak 2012 hingga Mei 2014 pihak berwenang Malaysia berhasil menahan 2.240 WNI atas kesalahan mencoba menyelundupkan keluar narkoba dari Malaysia, seperti dilansir okezone, Kamis (13/11/2014).
“Dalam tahun ini saja, sebanyak 153 warga Indonesia berhasil ditahan karena diduga menjadi kurir narkoba dan anggota sindikat narkoba,” katanya seperti dikutip media-media lokal di Kuala Lumpur.
Menurut dia, mereka yang tertangkap itu menjalani hukuman di Malaysia dan ada yang tengah menunggu hukuman gantung atas kejahatan yang mereka lakukan.
Ia mengatakan sindikat pengedar dari Indonesia itu akan menggunakan jalan tikus dan kawasan pesisir pantai di Perak, Selangor atau Johor untuk menyelundupkan narkoba.
JSJN bekerjasama dengan Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba Kepolisian RI dan Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam usaha menangani kejahatan ini.
               Sabu-sabu populer karena banyak alasan. Para pengguna menegaskan sabu-sabu memberikan mereka lebih banyak tenaga dan kekuatan, membuat mereka tahan tidak tidur selama 24 hingga 48, bahkan 72 jam. Mereka menyatakan sabu-sabu memberikan pengalaman seks lebih lama dan lebih baik, dan narkoba ini sangat populer di antara orang gay di AS. Dikatakan sabu-sabu membantu mereka berpikir lebih jelas, dan menjadi lebih lihai. Amfetamin dan metamfetamin sering dipakai di 'lingkungan medis' untuk membantu para perempuan menghilangkan berat badan. Dan ada mitos umum di Indonesia bahwa memakai sabu-sabu adalah cara terbaik mengatasi kecanduan heroin. Kerap kali ini adalah beberapa dari banyak alasan penggunaan dan penyalahgunaan sabu-sabu. Masalahnya, hanya sedikit orang benar-benar memahami kerugian dari sabu-sabu.
              
               Umumnya orang-orang yang memakai kombinasi upper dan downer, yakni, speedballing (pemakaian kombinasi metamfetamin dan heroin) , belum menjadi kegemaran di Indonesia.
              
               Metamfetamin sampai ke jalanan Indonesia pada 1996, dan sejak itu menjadi semakin populer dengan 'kebudayaan narkoba'. Umumnya sabu-sabu dihisap. Tetapi makin banyak orang cenderung shoot (menyuntik) sabu-sabu saat ini.
              
               Sabu-sabu, seperti heroin, dapat dihisap, diendus atau disuntikkan. Sabu-sabu bentuk cairan yang dapat disuntikkan jarang tersedia di Indonesia, walaupun amfetamin cair mudah diperoleh. Namun hampir pasti sabu-sabu bentuk cairan yang dapat disuntik akan segera berlimpah-limpah. Peningkatan dalam penyuntikan yang diakibatkannya akan meningkatkan risiko dan penyebaran HIV dan virus hepatitis C (HCV) besar-besaran di seluruh negara.
              
               Kita harus sadar bahwa dunia saat ini juga berada dalam 'Kebudayaan Narkoba'. Banyak orang, dengan kelompok usia dari yang muda hingga orang dewasa dan bahkan lanjut usia, memakai narkoba, menyalahgunakan narkoba dan ketergantungan pada narkoba. Dan ada hanya sedikit perbedaan jender dalam dunia narkoba sekarang perempuan sama terpukul seperti lelaki.
            Penggunaan narkoba dapat menyebabkan efek negatif yang akan menyebabkan gangguan mental dan perilaku, sehingga mengakibatkan terganggunya sistem neuro-transmitter pada susunan saraf pusat di otak. Gangguan pada sistem neuro-transmitter akan mengakibatkan tergangunya fungsi kognitif (alam pikiran), afektif (alam perasaan, mood, atau emosi), psikomotor (perilaku), dan aspek sosial.
Berbagai upaya untuk mengatasi berkembangnya pecandu narkoba telah dilakukan, namun terbentur pada lemahnya hukum. Beberapa bukti lemahnya hukum terhadap narkoba adalah sangat ringan hukuman bagi pengedar dan pecandu, bahkan minuman beralkohol di atas 40 persen (minol 40 persen) banyak diberi kemudahan oleh pemerintah. Sebagai perbandingan, di Malaysia jika kedapatan pengedar atau pecandu membawa dadah 5 gr ke atas maka orang tersebut akan dihukum mati.
Sebenarnya juga tidak sedikit para pengguna narkoba ingin lepas dari dunia hitam ini. Akan tetapi usaha untuk seorang pecandu lepas dari jeratan narkoba tidak semudah yang dibayangkan. Untuk itu katakan Say no to drugs….!!! (Sumber : gemaislam.com)







Sabtu, 01 November 2014

IDENTITAS NASIONAL



A.       Pengertian Identitas Nasional
Eksistensi suatu bangsa pada era globalisasi dewasa ini mendapat tantangan yang sangat kuat, terutama karena pengaruh kekuasaan internasional. Menurut Berger dalam The Capitalis Revolution, era globalisasi dewasa ini ideologi kapitalislah yang akan menguasai dunia. Perubahan global ini menurut Fukuyama (1989: 48), membawa perubahan suatu ideologi, yaitu dari idelogi universal dan dalam kondisi seperti ini kapitalismelah yang akan menguasainya.
Dalam kondisi seperti ini negara nasional akan dikuasai oleh negara internasional, yang lazimnya didasari oleh negara-negara dengan prinsip kapitalisme (Rosenau). Menurut Toyenbee, ciri khas suatu bangsa yang merupakan local genius dalam mengahadapi pengaruh budaya asing akan menghadapi challence dan response. Jika challence lebih besar dari response, maka bangsa tersebut akan punah. Namun, jika challence lebih kecil dari response, maka bangsa itu tidak akan berkembang menjadi negara yang kreatif. Oleh karena itu, agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi globalisasi maka harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan kreativitas budaya globalisasi.
Istilah “Identitas Nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian yang demikian maka setiap bangsa di dunia ini akan memilki identitas sendiri-sendiri. Berdasarkan hakikat pengertian “Identitas Nasional” sebagaimana dijelaskan di atas maka identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa.
Manusia dalam melakukan interaksi dengan individu lainnya senantiasa memiliki suatu sifat kebiasaan, tingkah laku, serta karakter yang khas. Namun, pada umumnya pengertian atau istilah kepribadian sebagai suatu identitas adalah keseluruhan dari faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari tingkah laku individu. Oleh karena itu, kepribadian adalah tercermin pada keseluruhan tingkah laku seseorang dalam hubungan dengan manusia lain (Ismaun, 1981: 6).
Jika kepribadian sebagai suatu identitas dari suatu bangsa, maka persoalannya adalah bagaimana pengertian suatu bangsa itu. Bangsa pada hakikatnya adalah sekelompok besar manusia yang mempunyai persamaan nasib dalam proses sejarahnya, sehingga mempunyai persamaan watak yang kuat untuk bersatu dan hidup bersama serta mendiami suatu wilayah tertentu sebagai suatu “kesatuan nasional”.
Ralph Linton bersama dengan Abraham Kardiner, mengadakan suatu proyek penelitian tentang watak umum suatu bangsa. Dari hasil penelitian tersebut dirumuskan bahwa sebuah konsepsi tentang basic personality structure. Dengan konsepsi itu dimaksudkan bahwa semua unsur watak sama dimiliki oleh sebagian besar warga suatu masyarakat.
Linton juga megemukakan pengertian tentang status personality, yaitu watak individu yang ditentukan oleh statusnya yang didapatkan dari kelahiran maupun dari kelahiran maupun dari segala daya upayanya.
Berdasarkan uraian di atas maka pengertian  kepribadian sebagai suatu identitas nasional suatu bangsa adalah keseluruhan dari kepribadian individu sebagai unsur yang membentuk bangsa tersebut. Oleh karena itu, pengertian identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan pengertian “Peoples Character”, “National Character” atau “ National Identity”. Identitas nasional suatu bangsa tidak cukup hanya dipahami secara statis namun juga harus dipahami secara dinamis, yaitu bagaimana bangsa itu melakukan akselerasi dalam pembangunan, termasuk proses interaksinya secara global dengan bangsa lain.
Bagi bangsa Indonesia dimensi dinamis identitas nasional Indonesia belum menunjukkan perkembangan ke arah sifat kreatif serta dinamis. Setelah bangsa Indonesia mengalami kemerdekaan 17 Agustus 1945, berbagai perkembangan ke arah kehidupan kebangasaan dan kenegaraan mengalami kemerosotan.
Pada periode Orde Lama, partai komunis semakin berkembang. Rakyat Indonesia menjadi semakin tidak menentu. Kejatuhan kekuasaan Orde Lama diganti dengan kekuasaan Orde Bari dengan munculnya pemimpin kuat yaitu Jendral Soeharto. Pada periode ini, Soeharto banyak mengambangkan program Pembangunan Nasional yang sangat populer dengan program Repelita. Namun dalam kenyataannya hanya semu belaka. Penguasa Orde Baru saat itu menempatkan filsafat negara Pancasila yang sekaligus juga sebagai identitas bangsa dan negara Indonesia, sebagai alat legitimasi politis untuk mempertahankan kekuasaan.
Pasca kekuasaan Orde Baru bangsa Indonesia melakukan suatu gerakan nasional yang populer yang disebut sebagai gerakan “reformasi”. Diharapkan pada era reformasi dewasa ini kehidupan rakyat menjadi semakin bebas, demokratis, dan yang lebih penting adalah meningkatkan kesejahteraanya. Unsur-unsur filosofi bangsa Indonesia yang menekankan kebersamaan dalam hidup berbangsa dan bernegara di samping berbagai perbedaan, dewasa ini dianggap kosong belaka. Akibatnya dalam era reformasi dewasa ini muncullah berbagai konflik perbedaan yang bahkan ditandai dengan konflik fisik diantara elemen-elemen masyarakat sebagai pembentuk bangsa Indonesia.
Nampaknya makna kebebasan dalam era reformasi saat ini dimaknai lain oleh sebagian besar masyarakat. Bahkan kadangkala aparat penegak hukum serta peraturan perundang-undangan dibuat tidak berdaya. Berbagai konflik tersebut memakan banyak korban nyawa anak-anak bangsa yang tidak berdosa.
Dalam hubungan dengan konteks identitas nasional secara dinamis saat ini nampaknya bangsa Indonesia tidak merasa bangga dengan bangsa dan negaranya di dunia internasional. Akibatnya semangat patriotisme, semangat kebangsaan, semangat untuk mempersembahkan karya terbaik bagi bangsa dan negara di bidang IPTEK saat ini, bangsa Indonesia belum menunjukkan akselerasi yang berarti.
Oleh karena itu, dalam hubungannya dengan identitas nasional secara dinamis, saat ini bangsa Indonesia harus memiliki visi yang jelas dalam melakukan reformasi, melalui dasar folosofi bangsa dan negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, yang terkandung dalam filosofi Pancasila.
B.        Faktor-faktor Pendukung Kelahiran Identitaas Nasional
Kelahiran identitas nasional suatu bangsa memiliki sifat, ciri khas serta keunikan sendiri-sendiri, yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional tersebut. Faktor-faktor yang dimaksud meliputi  faktor objektif dan faktor subjektif.
Kondisi geografis-ekologis yang membentuk Indonesia sebagai wilayah kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi antar wilayah dunia di Asia Tenggara, ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis, sosial dan kultural bangsa Indonesia. Selain itu faktor historis yang dimiliki Indonesia ikut mempengaruhi proses pembentukan masyarakat dan bangsa Indonesia beserta identitasnya.
Robert de Ventos, sebagaimana dikutip Manuel Castells dalam bukunya, The Power of Identity (Suryo, 2002), mengemukakan teori tentang munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai hasil interaksi historis antara empat faktor penting, yaitu faktor primer, faktor pendorong, faktor penarik dan faktor reaktif. Faktor pertama, mencakup etnisitas, teritorial, bahasa, agama dan yang sejenisnya. Faktor kedua meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata modern dan pembangunan lainnya dalam kehidupan negara. Faktor ketiga mencakup kodifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi dan pemantapan sistem pendidikan nasional. Faktor keempat meliputi penindasan, dominasi, dan pencarian identitas alternatif melalui memori kolektif rakyat.
Keempat faktor tersebut pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia, yang telah berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain. Oleh karena itu, pembentukan identitas nasional Indonesia melekat erat dengan unsur-unsur lainnya seperti sosial, ekonomi, budaya, etnis, agama serta geografis, yang saling berkaitan dan terbentuk melalui suatu proses yang cukup panjang.
C.       Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional
Tatkala bangsa Indonesia berkembang menuju fase nasionalisme modern, diletakkanlah prinsip-prinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam hidup berbangsa dan bernegara. Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa tersebut yang diangkat dari filsafat hidup atau pandangan hidup bangsa Indonesia, yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat negara yaitu Pancasila. Jadi dasar filsafat suatu bangsa dan negara berakar pada pandangan hidup yang bersumber kepada kepribadian sendiri.
Dapat pula dikatakan bahwa Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Indonesia pada hakikatnya bersumber kepada nilai-nilai budaya dan keagamaaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Jadi filsafat Pancasila itu bukan muncul secara tiba-tiba dan dipaksakan oleh suatu rezim penguasa melainkan melalui suatu fase historis yang cukup panjang.
D.       Sejarah Budaya Bangsa sebagai Akar Identitas Nasional
Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang. Berdasarkan kenyataan objektif tersebut maka untuk memahami jati diri bangsa Indonesia serta identitas nasional Indonesia maka tidak dapat dilepaskan dengan akar-akar budaya yang mendasari identitas nasional Indonesia.
Nilai-nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan serta Keadilan, dalam kenyatannya secara objektif telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum mendirikan Negara. Proses terbentuknya nasionalisme yang berakar pada budaya ini menurut Yamin diistilahkan sebagai fase terbentuknya nasionalisme lama, dan oleh karena itu secara objektif sebagai dasar identitas nasionalisme Indonesia.
Dasar-dasar pembentukan nasionalisme modern menurut Yamin dirintis oleh para pejuang kemerdekaan bangsa. Oleh karena itu akar-akar nasionalisme Indonesia yang berkembang dalam perspektif sejarah sekaligus juga merupakan unsur-unsur identitas nasional, yaitu nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam sejarah terbentuknya bangsa Indonesia.