A.
Pengertian
Identitas Nasional
Eksistensi
suatu bangsa pada era globalisasi dewasa ini mendapat tantangan yang sangat
kuat, terutama karena pengaruh kekuasaan internasional. Menurut Berger dalam The Capitalis Revolution, era
globalisasi dewasa ini ideologi kapitalislah yang akan menguasai dunia.
Perubahan global ini menurut Fukuyama (1989: 48), membawa perubahan suatu
ideologi, yaitu dari idelogi universal dan dalam kondisi seperti ini
kapitalismelah yang akan menguasainya.
Dalam
kondisi seperti ini negara nasional akan dikuasai oleh negara internasional,
yang lazimnya didasari oleh negara-negara dengan prinsip kapitalisme (Rosenau).
Menurut Toyenbee, ciri khas suatu bangsa yang merupakan local genius dalam mengahadapi pengaruh budaya asing akan
menghadapi challence dan response. Jika challence lebih besar dari response,
maka bangsa tersebut akan punah. Namun, jika challence lebih kecil dari response,
maka bangsa itu tidak akan berkembang menjadi negara yang kreatif. Oleh karena
itu, agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi globalisasi maka harus
tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian
bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan kreativitas budaya globalisasi.
Istilah
“Identitas Nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh
suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa
lain. Berdasarkan pengertian yang demikian maka setiap bangsa di dunia ini akan
memilki identitas sendiri-sendiri. Berdasarkan hakikat pengertian “Identitas
Nasional” sebagaimana dijelaskan di atas maka identitas nasional suatu bangsa
tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa.
Manusia
dalam melakukan interaksi dengan individu lainnya senantiasa memiliki suatu
sifat kebiasaan, tingkah laku, serta karakter yang khas. Namun, pada umumnya
pengertian atau istilah kepribadian sebagai suatu identitas adalah keseluruhan
dari faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari tingkah laku
individu. Oleh karena itu, kepribadian adalah tercermin pada keseluruhan
tingkah laku seseorang dalam hubungan dengan manusia lain (Ismaun, 1981: 6).
Jika
kepribadian sebagai suatu identitas dari suatu bangsa, maka persoalannya adalah
bagaimana pengertian suatu bangsa itu. Bangsa pada hakikatnya adalah sekelompok
besar manusia yang mempunyai persamaan nasib dalam proses sejarahnya, sehingga
mempunyai persamaan watak yang kuat untuk bersatu dan hidup bersama serta
mendiami suatu wilayah tertentu sebagai suatu “kesatuan nasional”.
Ralph
Linton bersama dengan Abraham Kardiner, mengadakan suatu proyek penelitian
tentang watak umum suatu bangsa. Dari hasil penelitian tersebut dirumuskan
bahwa sebuah konsepsi tentang basic personality
structure. Dengan konsepsi itu dimaksudkan bahwa semua unsur watak sama
dimiliki oleh sebagian besar warga suatu masyarakat.
Linton
juga megemukakan pengertian tentang status personality, yaitu watak individu
yang ditentukan oleh statusnya yang didapatkan dari kelahiran maupun dari
kelahiran maupun dari segala daya upayanya.
Berdasarkan
uraian di atas maka pengertian
kepribadian sebagai suatu identitas nasional suatu bangsa adalah
keseluruhan dari kepribadian individu sebagai unsur yang membentuk bangsa
tersebut. Oleh karena itu, pengertian identitas nasional suatu bangsa tidak
dapat dipisahkan dengan pengertian “Peoples Character”, “National Character”
atau “ National Identity”. Identitas nasional suatu bangsa tidak cukup hanya
dipahami secara statis namun juga harus dipahami secara dinamis, yaitu
bagaimana bangsa itu melakukan akselerasi dalam pembangunan, termasuk proses
interaksinya secara global dengan bangsa lain.
Bagi
bangsa Indonesia dimensi dinamis identitas nasional Indonesia belum menunjukkan
perkembangan ke arah sifat kreatif serta dinamis. Setelah bangsa Indonesia
mengalami kemerdekaan 17 Agustus 1945, berbagai perkembangan ke arah kehidupan
kebangasaan dan kenegaraan mengalami kemerosotan.
Pada
periode Orde Lama, partai komunis semakin berkembang. Rakyat Indonesia menjadi
semakin tidak menentu. Kejatuhan kekuasaan Orde Lama diganti dengan kekuasaan
Orde Bari dengan munculnya pemimpin kuat yaitu Jendral Soeharto. Pada periode
ini, Soeharto banyak mengambangkan program Pembangunan Nasional yang sangat populer
dengan program Repelita. Namun dalam kenyataannya hanya semu belaka. Penguasa
Orde Baru saat itu menempatkan filsafat negara Pancasila yang sekaligus juga
sebagai identitas bangsa dan negara Indonesia, sebagai alat legitimasi politis
untuk mempertahankan kekuasaan.
Pasca
kekuasaan Orde Baru bangsa Indonesia melakukan suatu gerakan nasional yang
populer yang disebut sebagai gerakan “reformasi”. Diharapkan pada era reformasi
dewasa ini kehidupan rakyat menjadi semakin bebas, demokratis, dan yang lebih
penting adalah meningkatkan kesejahteraanya. Unsur-unsur filosofi bangsa
Indonesia yang menekankan kebersamaan dalam hidup berbangsa dan bernegara di
samping berbagai perbedaan, dewasa ini dianggap kosong belaka. Akibatnya dalam
era reformasi dewasa ini muncullah berbagai konflik perbedaan yang bahkan
ditandai dengan konflik fisik diantara elemen-elemen masyarakat sebagai
pembentuk bangsa Indonesia.
Nampaknya
makna kebebasan dalam era reformasi saat ini dimaknai lain oleh sebagian besar
masyarakat. Bahkan kadangkala aparat penegak hukum serta peraturan
perundang-undangan dibuat tidak berdaya. Berbagai konflik tersebut memakan
banyak korban nyawa anak-anak bangsa yang tidak berdosa.
Dalam
hubungan dengan konteks identitas nasional secara dinamis saat ini nampaknya
bangsa Indonesia tidak merasa bangga dengan bangsa dan negaranya di dunia
internasional. Akibatnya semangat patriotisme, semangat kebangsaan, semangat
untuk mempersembahkan karya terbaik bagi bangsa dan negara di bidang IPTEK saat
ini, bangsa Indonesia belum menunjukkan akselerasi yang berarti.
Oleh
karena itu, dalam hubungannya dengan identitas nasional secara dinamis, saat
ini bangsa Indonesia harus memiliki visi yang jelas dalam melakukan reformasi,
melalui dasar folosofi bangsa dan negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, yang
terkandung dalam filosofi Pancasila.
B.
Faktor-faktor
Pendukung Kelahiran Identitaas Nasional
Kelahiran
identitas nasional suatu bangsa memiliki sifat, ciri khas serta keunikan
sendiri-sendiri, yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang mendukung
kelahiran identitas nasional tersebut. Faktor-faktor yang dimaksud
meliputi faktor objektif dan faktor
subjektif.
Kondisi
geografis-ekologis yang membentuk Indonesia sebagai wilayah kepulauan yang beriklim
tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi antar wilayah dunia di
Asia Tenggara, ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis, sosial
dan kultural bangsa Indonesia. Selain itu faktor historis yang dimiliki Indonesia
ikut mempengaruhi proses pembentukan masyarakat dan bangsa Indonesia beserta
identitasnya.
Robert
de Ventos, sebagaimana dikutip Manuel Castells dalam bukunya, The Power of Identity (Suryo, 2002),
mengemukakan teori tentang munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai
hasil interaksi historis antara empat faktor penting, yaitu faktor primer,
faktor pendorong, faktor penarik dan faktor reaktif. Faktor pertama, mencakup
etnisitas, teritorial, bahasa, agama dan yang sejenisnya. Faktor kedua meliputi
pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata modern dan
pembangunan lainnya dalam kehidupan negara. Faktor ketiga mencakup kodifikasi
bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi dan pemantapan sistem
pendidikan nasional. Faktor keempat meliputi penindasan, dominasi, dan
pencarian identitas alternatif melalui memori kolektif rakyat.
Keempat
faktor tersebut pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas
nasional bangsa Indonesia, yang telah berkembang dari masa sebelum bangsa
Indonesia mencapai kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain. Oleh karena itu,
pembentukan identitas nasional Indonesia melekat erat dengan unsur-unsur
lainnya seperti sosial, ekonomi, budaya, etnis, agama serta geografis, yang
saling berkaitan dan terbentuk melalui suatu proses yang cukup panjang.
C.
Pancasila
sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional
Tatkala
bangsa Indonesia berkembang menuju fase nasionalisme modern, diletakkanlah
prinsip-prinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam hidup berbangsa dan
bernegara. Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa
tersebut yang diangkat dari filsafat hidup atau pandangan hidup bangsa Indonesia,
yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat negara yaitu
Pancasila. Jadi dasar filsafat suatu bangsa dan negara berakar pada pandangan
hidup yang bersumber kepada kepribadian sendiri.
Dapat
pula dikatakan bahwa Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara
Indonesia pada hakikatnya bersumber kepada nilai-nilai budaya dan keagamaaan
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Jadi filsafat Pancasila itu bukan muncul
secara tiba-tiba dan dipaksakan oleh suatu rezim penguasa melainkan melalui
suatu fase historis yang cukup panjang.
D.
Sejarah
Budaya Bangsa sebagai Akar Identitas Nasional
Bangsa
Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang.
Berdasarkan kenyataan objektif tersebut maka untuk memahami jati diri bangsa
Indonesia serta identitas nasional Indonesia maka tidak dapat dilepaskan dengan
akar-akar budaya yang mendasari identitas nasional Indonesia.
Nilai-nilai
esensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan serta Keadilan, dalam kenyatannya secara objektif telah
dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum mendirikan
Negara. Proses terbentuknya nasionalisme yang berakar pada budaya ini menurut
Yamin diistilahkan sebagai fase terbentuknya nasionalisme lama, dan oleh karena
itu secara objektif sebagai dasar identitas nasionalisme Indonesia.
Dasar-dasar
pembentukan nasionalisme modern menurut Yamin dirintis oleh para pejuang
kemerdekaan bangsa. Oleh karena itu akar-akar nasionalisme Indonesia yang
berkembang dalam perspektif sejarah sekaligus juga merupakan unsur-unsur
identitas nasional, yaitu nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam sejarah
terbentuknya bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar